Jumat, 28 Maret 2014

NAVAGIO BEACH DI NUSA PENIDA





Ya, di Nusa penida ada pantai yang mengingatkan saya dengan Navagio beach di Zakynthos Yunani. Oh, ternyata Navagio Beach punya kembarannya, dan lokasinya ada di pulau ini. Oke, saya harus cari tahu lokasi ini. Langsung semua foto hasil googling saya print dan entah kenapa tiba-tiba saya langsung membuka situs Airasia untuk langsung memesan tiket pesawat. Saya mengajak teman saya Febian untuk ikut bergabung dan dia bilang "Hah, yang bener... kita langsung terbang ke Bali tiga hari lagi ?", terus saya bilang "Iya, kita berangkat tiga hari lagi, saya udah pesen tiket pesawat. Kebetulan disana sedang menjelang hari raya Nyepi jadi urusan tempat tinggal gimana nanti aja yang penting kita sampai dulu di Nusa Penida". dan untungnya saya dapat tiket promo murah dari bandung ke Bali. 

Tiga hari kemudian.....

Saya dan Febian langsung berangkat pagi-pagi naik pesawat dari Bandung menuju Bali, Setelah sampai Bandara Ngurah Rai lalu naik taxi menuju Sanur. Diperjalanan saya sengaja menemui kawan saya Larissa yang saat itu masih tinggal di Bali untuk memberikan DVD Box Set film EPIC JAVA yang sudah dipesannya.

Larissa dan Boxset DVD Epic Java Pesanannya


Sesudah sampai Sanur, saya dan Febian makan dengan sop ikan yang terkenal enak di Warung Mak Beng sambil menunggu jadwal perahu penyebrangan menuju ke Nusa Penida. 

Akhirnya perahu tiba dan membawa kami ke Pulau Nusa Penida. Di dalam perahu kami ditanya seorang ibu-ibu "mau tinggal dimana dek ?", lalu saya menjawab kalau kami belum ada rencana tinggal dimanapun dan berencana mencari sendiri nanti setibanya disana. 

Perahu pun sampai di pantai Toyopakeh Nusa Penida dan teman saya bingung "nah kita udah sampai nih, terus kemana ?" . Saya juga sebetulnya bingung, perjalanan impulsif ini memang benar-benar sangat kurang informasi, yang saya bawa cuma informasi secarik kertas print yang isinya hanya gambar pantai yang mirip Navagio Beach dan juga foto udara pantai yang berbentuk sumur raksasa sinkhole . "oke kita tanya tukang ojeg di depan ya".

Saya bertanya kepada semua tukang ojeg dan mereka semua tidak tahu lokasi tepatnya objek-objek foto yang saya berikan, akhirnya saya meminta mereka mengantar ke penginapan terdekat sekalian sewa motor dari salah satu ojeg disana. dalam perjalanan menuju penginapan tukang ojeg yang mengantar kami tiba-tiba berhenti di depan warung bensin kecil dan menemui seorang bapak-bapak yang bernama Pak Ludri, karena menurut dia Pak Ludri jauh lebih mengenal pulau ini. "Mas, maaf saya tidak bisa mengantar lebih jauh, mungkin nanti mas bisa dibantu diantar oleh Pak Ludri, mungkin beliau bisa bantu". Hmm baiklah kalau gitu. akhirnya kami melanjutkan perjalanan dengan dua motor, saya dan teman saya boncengan di belakang dan Pak Ludri menunjukan arah dengan motornya di depan.

Sepanjang perjalanan saya disuguhi pemandangan pedesaan Bali yang masih tradisional, disini sangat jarang sekali mobil yang ada hanya sepeda motor dan masyarakat yang pulang berkebun dengan berjalan kaki. Saya seperti sedang di Bali pada masa lalu, sebelum banyak turis mengunjunginya. Nusa Penida memang sangat berbeda infrastrukturnya dengan di Bali, disini masih banyak jalan yang rusak dan dan kondisi masyarakatnya yang masih sederhana, tetapi walaupun begitu tradisi disini masih sangat kental juga, bisa dilihat dengan persiapan hari pangrupukan menjelang Nyepi nanti, disetiap banjar sudah mulai dibangun ogoh-ogoh besar untuk diarak. Perjalanan kami mengarah ke Desa Sakti, karena di sana ada penginapan yang dekat dengan Crystal Bay, rencananya di tempat itu akan digelar upacara melasti pada hari lusa.

Susana pedesaan di Nusa Penida

Kami sampai disebuah penginapan yang bernama Namaste, langsung parkir motor dan disambut dengan pemiliknya yaitu Cisco, seorang warga negara perancis yang sangat jatuh cinta dengan Nusa Penida. Dia mengajak anak dan istrinya untuk tinggal dan menetap dipulau ini. Istrinya bernama Sarah dan anak perempuannya bernama Nina. Nah uniknya Nina ini sangat pandai berbahasa Indonesia dan bahasa daerah, karena dia disekolahkan di sekolah Negri di Desa Sakti, setiap hari dia pergi ke sekolah beramai-ramai dengan anak kecil lainnya berjalan kaki melewati kebun, apabila sudah sampai rumah Nina akan berkimunikasi dengan bahasa Perancis, itulah aturan yang dibuat Cisco dan Sarah. Namaste ini adalah rumah mereka sekaligus penginapan yang disewa, saya melihatnya seperti resort yang unik, letaknya yang sangat jauh dari perkampungan membuat tempat ini sangat eksklusif, ada kolam renang juga yang menghadap ke lembah. Yang membuat tempat ini nyaman adalah pelayanannya yang sangat bagus karena Cisco dan Sarah akan melayani tamunya seperti keluarga.

Penginapan kami di Namaste
Kolam renang Namaste
Saya sedikit berdiskusi dengan Cisco dan Pak Ludri mengenai tempat yang akan saya datangi, dari dua objek foto yang saya berikan Cisco dan Pak Ludri hanya mengenal pantai yang berbentuk sinkhole tetapi belum tau kalau ada pantai lagi yang menyerupai Navagio Beach. "Oke Pak, bisa Pak Ludri mengantarkan kami ke pantai yang berbentuk sinkhole ini ?" tanya saya, "Oh bisa mas, warga disini menyebutnya Pasih Uug, yang artinya tanah yang runtuh. mungkin sekitar 1 jam dari sini kalau pakai motor" jawab Pak Ludri. "Oke Pak, sepertinya kita harus berangkat dari sekarang biar bisa menikmati sunset disana". Setelah menyimpan ransel dan barang bawaan kami di kamar akhirnya kita langsung berangkat. 

Perjalanan yang dilalui kali ini sedikit lebih sulit karena kami melewati jalan yang hancur dan masuk kedalam kebun dan hutan. sesekali melewati banjar dan perkampungan warga. Selang satu jam kita melalui jalan berbatu dan rusak akhirnya kami sampai dan saya melihat pemandangan yang menakjubkan. Sebuah lubang yang sangat besar dipinggir pantai dan sebuah jembatan alami yang terbentuk akibat terkikis ombak selama ratusan tahun. Yah, ini pemandangan alam yang sangat bagus, sesekali saya melihat kedalam jurang lubang besar itu dan didalamnya ada pantai tersembunyi. Menurut Pak Ludri biasanya ada warga yang turun kebawah untuk mengambil sarang walet. Kami menikmati pemandangan Pasih Uug sampai sunset sambil mengambil beberapa video dan timelapse.

Pasih Uug difoto dari Google Maps, terlihat lubang sinkhole dari atas

Pasih Uug dari dekat, ada pantai tersembunyi didalamnya

Goa jalur masuknya air laut ke dalam singhole yang membentuk jembatan alami  

Kampungan, nemu pemandangan aneh langsung tiduran

Febian minta difoto

Bikin timelapse sebelum gelap


Hari sudah semakin gelap, saatnya kita pulang kembali ke penginapan. Ternyata jalan menuju pulang pada saat gelap sangat berbeda kondisinya daripada siang-siang, suasananya lebih mencekam karena hanya motor kami saja yang melewat jalan itu. Penerangan hanya bersumber dari lampu motor.
"Bang, kok jadi serem gini ya".... tanya Febian
"Ya namanya juga kemaleman ditengah hutan, berdoa aja biar cepet sampe".... saya berusaha nenangin diri padahal serem juga sambil nyetir motor
"Eh, kok tiba-tiba ada wangi-wangi gini ya"... Febian mulai banyak nanya
"Bukan apa-apa kok, mungkin aja ada yang naro sesajen sembahyang di pinggir jalan" .... padahal mulai panik
"Eh itu liat di depan ada raksasa".... Febian teriak bikin kaget...
Benar saja, kami melihat raksasa di depan motor kami, Pak Ludri sudah meluncur lebih dulu tanpa rasa takut. Saya sedikit sambil takut memajukan motor dengan perlahan... "Ah, itu Ogoh-ogoh, bukan raksasa beneran"..  lalu Febian menjawab "Iya, masudnya itu raksasa Ogoh-ogoh hehe".... pengen rasanya saya turunin temen yang satu ini ditengah hutan.

Sambil mengusir kesunyian selama perjalanan si Febian mulai nyanyi.... awalnya nyanyi beneran, sampai lama-lama nyanyi lagu ciptaannya sendiri yang saya gak ngerti, saya takutnya dia kesurupan gara-gara bikin berisik ditengah hutan.

akhirnya kami sampai di penginapan, dan Pak Ludri pamit pulang untuk besoknya akan kembali datang dan mengantar kami lagi dengan motornya. "ah, enaknya bisa ketemu kasur"...

dari kiri ke kanan : Pak Ludri, Febian, Cisco, Nina, Sarah dan saya


besok paginya Pak Ludri datang dan dia mengajak kami ke Goa Giri Putri. Ya, Goa Giri Putri adalah Pura di dalam Goa yang sangat besar. Saya baru pertama kali masuk ke tempat ini dengan mulut Goa yang hanya seukuran perut. Jadi kita masuk kedalam goa dengan lubang yang sangat kecil dan harus merangkak, tapi begitu sampai di dalam ruangan langsung besar hampir menyerupai hanggar pesawat, di dalamnya ada pura dan kuil. Saat kami masuk sedang tidak ada siapa-siapa di dalam, merinding dan tempat ini benar-benar kosong, tapi apabila sedang upacara di dalam goa ini bisa muat ribuan orang yang beribadah dan beberapa orang didalam bisa kerauhan (kesurupan) masal.

Goa Giri Putri

Selesai dari Goa Giri Putri kami berkunjung ke rumah pak Ludri untuk istirahat sekalian berkenalan dengan keluarga Pak Ludri yang sedang menyiapkan sesajen untuk hari Melasti besok. Rumah Pak Ludri sangat sederhana tapi kehangatan keluarganya membuat suasana dirumah itu sangat mewah bagi kami.

selesai istirahat kami melanjutkan perjalanan dengan motor menuju ke pantai yang seperti di Navagio Beach. Pak Ludri sebetulnya tidak tahu posisi pantainya, tapi dia melihat kalau dari topografi bukit putih dan besar seperti itu pasti berada disekitar kawasan barat daya Pulau.

Perjalanan sudah hampir menghabiskan waktu dua jam dengan kondisi jalan lebih parah dari kemarin dan kami belum menemukan tanda-tanda bukit dan jurang yang terlihat seperti di foto. Di tengah siang yang terik Pak Ludri menanyakan arah ke bapak-bapak di kebun di pinggir jalan, kami menunggu di motor. Oke Pak Ludri sudah tau arah menuju pantai itu, tetapi sebelum berangkat kami diajak untuk minum kelapa milik si bapak kebun barusan. "Loh tapi kelapa nya mana ?" saya bertanya. Lalu si bapak dengan sigap langsung naik keatas pohon kelapa di sebelahnya dan menurunkan beberapa buak kelapa untuk kami. Begitu sampai bawah pohon, bapak langsung membuka kelapa dan mempersilahkan kami minum langsung, "terimakasih banyak Pak, kami memang kehausan dari tadi diperjalanan lupa membawa bekal air".

Habis minum kelapa langsung foto bareng, saya gak ada di foto ini karena saya yang motonya..

Ternyata lokasi pantai yang dimaksud sudah tidak jauh lagi, di dekat perkebunan tadi tiba-tiba jalan batu langsung berubah menjadi hamparan padang rumput yang luas dan disebelahnya adalah jurang, "Yak, kita sampai.... kita ada diatas Navagio Beach versi Nusa Penida". dan ternyata nama bukit ini adalah bukit Paluang dan pantai yang dibawah jurang adalah pantai Paluang. senang sekali akhirnya sampai disini, tapi sayang sekali kami tidak bisa kebawah karena belum ada jalur untuk turun ke bawah. Tapi walaupun begitu pantai ini sangat bagus dilihat dari atas, seperti di Zakynthos Yunani :). Gak pernah disangka, beberapa hari yang lalu saya memandangi pantai ini hanya dari layar monitor komputer dan sekarang saya melihatnya langsung di depan mata.

Jalan menuju Paluang

Bukitnya ada disebelah sana
Pantai Paluang
Merinding juga liat kebawah, tingginya bisa sampe 100 meter

Febian

Bikim Timelapse

Pantai Paluang, kembarannya Navagio Beach

Atas : Navagio Beach di Yunani
Bawah : Pantai Paluang
mirip kan.... ya kayak kakak adek lah :)


Seperti biasa kami menghabiskan sunset disini sambil mengambil video dan timelapse. Hari sudah semakin gelap dan pengalaman pulang mencekam terulang lagi.... lalala....Febian mulai mengeluarkan jurus nyanyain pengusir sunyi.

Kami sampai di Penginapan dan langsung beristirahat supaya tidak telat mengikuti prosesi Melasti besok pagi di Crystal Bay.

Alarm jam lima subuh sudah bunyi, kami bangun dan Febian mulai cerita
"Bang, tadi malem kok bisa tidur nyenyak ?"....
"Bisa lah, kan capek. Emang kenapa ?"....
"Wah, gak denger ya ? tadi malem semua anjing menggonggong dan kucing-kucing mengeong di waktu yang bersamaan, dan semuanya mengarah ke penginapan kita"
"Ah perasaan aja kali, namanya juga penginapan di tengah hutan, wajarlah banyak binatang"
"Tapi yang ini beda"....
"udah ah, mandi cepet nanti gantian, keburu telat prosesi melasti nya nanti".... saya langsung memotong pembicaraan.

Kebetulan nanti rombongan Melasti dari Banjar di Desa Sakti akan melewati depan penginapan kita menuju ke Crystal Bay, karena jalan di depan penginapan merupakan jalan satu-satunya menuju pantai.

Saya dan Febian berangkat lebih awal menuju Crystal Bay, disana sudah ada beberapa pemuka adat. Setelah saya parkir motor saya didatangi salah satu pemuka adat
"Selamat pagi mas, mas yang menginap di Namaste ya ?"
"Iya Pak, kok Bapak tau ?"
"Kita semua tau siapa tamu yang menginap disana. Gimana tidurnya tadi malam nyenyak ?"
"Nyenyak Pak, tapi teman saya tidak bisa tidur, katanya tadi malam dia mendengar suara lolongan anjing dan kucing bersamaan"
"Nah itu dia mas, sebenarnya tempat mas menginap itu sebetulnya dihuni oleh raksasa besar"
"Maksud bapak Ogoh-ogoh ?"
"Bukan mas, raksasa betulan. oleh karena itu sebelum tempat itu dijadikan penginapan sudah kami upacarakan. Tapi raksasanya sekarang sudah baik kok, cuma kadang binatang sering gelisah dan bisa tiba-tiba menggongong"
"hmm ooohhhh gitu ya Pak, oh kebetulan hari ini hari terakhir saya di penginapan itu Pak, tapi menurut saya tempatnya nyaman dan enak"
"ada satu lagi dek, di sebelah utara ada tanah mistik, ada yang pernah menemukan emas tapi dia langsung sakit"
"oh oke Pak, terimakasih infonya ya... rombongan Melasti sepertinya sudah sampai, saya mau ambil gambar dulu"

Tiba-tiba saya ingin sekali mengakhiri percakapan aneh itu. Saya baru teringat kalau Nusa Penida kerap disebut juga sebagai Pulau Ilmu Hitam karena banyak ajaran-ajaran mistik. Mendengar cerita bapak tadi saya jadi sedikit merinding juga, tapi ah sudahlah, saya lebih menikmati pemandangan alam dan budaya di pulau ini.


Upacara Melasti di Crystal Bay

Upacara Melasti di Crystal Bay

Upacara Melasti di Crystal Bay

Setelah prosesi Melasti, saya kembali ke Penginapan untuk berkemas dan bersiap pulang menuju Pantai Toyopakeh dan bersiap kembali ke Sanur. Pak Ludri dan Cisco menemui kami disana untuk mengucapkan selamat tinggal dan dia berharap kami bisa kembali kesini. Kami merasa banyak bertemu orang baik di pulau ini. Semoga kami bisa kembali lagi

Nusa Penina meninggalkan banyak kesan, dari pemandangannya, masyarakatnya, sampai budayanya. Saya merekomendasikan tempat ini untuk siapa saja yang ingin merasakan budaya Bali yang masih asli. Hanya 2 jam dari Sanur kita bisa merasakan pulau dengan suasana seperti  Bali 30 tahun yang lalu.





Nusa Penida
28 Maret 2014



*beberapa bulan setelah ini Febian mempromosikan tempat ini ke teman-temannya di Malaysia dan kembali lagi ke Nusa Penida bersama teman-teman Malaysianya dan diantar Pak Ludri juga